Workaholic itu normal ! Benarkah demikian ? Dalam buku Can’t Even: How Millennials Became the Burnout Generation. Anne Helen Petersen menulis: “Today, the workaholism first diagnosed amongst boomers has become so commonplace as to no longer even be considered a pathology.”
Kurang lebih, Petersen menulis bahwa gila kerja yang dulu oleh para boomers gaungkan, bukan lagi merupakan gangguan bagi generasi sekarang. Dengan kata lain: workaholic sekarang menjadi hal normal.
Pengertian Workaholic
Apa itu #Workaholic ? Workaholic tak ubahnya dengan orang yang cacat secara emosional. Workaholic juga ada yang mengartikan dorongan seseorang untuk mencapai prestasi yang besar. Sehingga hal lain( keluarga, kehidupan cinta, kesehatan dan waktu luang) terabaikan dalam upaya untuk mencapai prestasi yang lebih dan lebih lagi.
Lebih buruk lagi, workaholic tidak hanya menjadi normal, tetapi juga secara luas lebih sering dihargai. Bekerja TERLALU keras dalam pandangan sebagian besar masyarakat tidak tergolong sebagai masalah yg membutuhkan perawatan melainkan sebagai tanda komitmen, keterlibatan yg berorientasi pada tujuan, ambisius, dan penting.
Padahal keseimbangan kehidupan kerja kita (worklife balance) adalah indikator kuat dari kesehatan dan kesejahteraan individu kita. Workaholic dapat memberikan dampak negatif yang serius bagi kesehatan kita. Karena workaholic cenderung tidak mendapatkan waktu luang, olahraga, atau tidur yang cukup. Tapi, istilah Workaholic ini hampir menghilang dari kamus kita.
Workaholic adalah Norma Baru ?
Apakah seperti pendapat Peterson, bahwa bekerja terlalu keras telah menjadi norma baru? Tidak berlebihan jika kita mengatakan bahwa, sebagian masyarakat kita banyak yang terobsesi dengan pekerjaan. Apalagi di era internet, kita bahkan bisa “bekerja” hingga 24 jam!
Obsesi akan pekerjaan ini akan menimbulkan Kelelahan Luar Biasa yang diistilahkan dengan Burnout. Burnout bukan kondisi stres biasa. Apa itu ? Burnout adalah keadaan kelelahan emosional, mental, dan seringkali juga dengan kelelahan fisik akibat stres yang berkepanjangan atau berulang . Meskipun paling sering karena masalah di tempat kerja, burnout juga dapat muncul di bidang kehidupan lain, seperti mengasuh anak , merawat , atau hubungan asmara.
Banyak dari kita sekarang bekerja dalam budaya burnout. Organisasi di mana setiap orang bekerja terlalu banyak sepanjang waktu, termasuk manajer dan CEO. Pernahkah kita mengalami situasi saat kita ‘enggan’ pulang sesuai jam kerja, ‘HANYA’ karena pimpinan kita belum pulang ? Jika kita tertanam dalam budaya seperti itu, sangat sulit untuk menjadi satu-satunya yang meninggalkan kantor lebih awal dan mempertahankan batasan kehidupan kerja kita.
Normalisasi Workaholic
Diakui atau tidak saat ini, saat ini makin banyak faktor eksternal yang memaksa kita menjadi bekerja lebih keras dari biasanya. Hal inilah yang membuat istilah Workaholic menjadi hal “normal” dan bukan dianggap sebagai sebuah gangguan.
Dan ini menjadi satu hal yang harus kita waspadai. Fisik dan Psikis kita memiliki batasan. Kita harus jaga dan hormati batasan itu untuk kesejahteraan kita sendiri.