Berguru Pada Ibu

Berguru Pada Ibu

Hari ini adalah peringatan 7 hari berpulangnya Ibu ke Rumah Gusti Allah, dan hari ini pula saya lihat di beranda FB dan time line Twitter berseliweran pertanyaan tentang perbedaan Idul Adha. Kisah Berguru pada ibu ini saya masih relate dengan keadaan tersebut.

Saya ingat betul, ibu saya tiap Minggu Pagi mengaji di kelompok pengajian Aisyiyah, ibu menyebutnya Jihad (pengaJIan aHAD), namun di tiap hari raya (idul Fitri dan idul Adha) tak sekalipun ikut kalender Muhammadiyah, ibu patuh pada kalender pemerintah. Suatu kali saya pernah menanyakan hal ini ke ibu, jawab beliau:
“Lha aku ini mengikuti lagu Mars Muhammadiyah, kamu kan sekolahnya di Muhammadiyah…coba apal lagunya, ndak? ”
Dan dengan lirih saya nyanyikan Mars Muhammadiyah hingga bait akhir :
…..Yaa Allah Tuhan Rabbiku
Muhammad Junjunganku
Al Islam Agamaku
Muhammadiyah Gerakanku

“Nah…itu sudah menjawab: Muhammadiyah itu gerakan. Bukan Ulil Amri, sedang kita diperintah taat hanya kepada Alloh, Rasul dan Ulil Amri..” kemudian ibu tertawa lepas. Belum sempat saya berucap, ibu kembali berkata:
“Le, agama itu pengamalan bukan perdebatan. Pengetahuan agamamu jauh diatas Ibu, kamu bebas menggenggam kebenaran yang kamu yakini. Sebebas kamu mau merayakan lebaran kapan saja, satu hal yang harus kamu ingat: Agama itu Pengamalan bukan Perdebatan, hindarilah perdebatan walaupun engkau dalam kebenaran”

Ah, Ibu sepertinya bisa membaca pikiran saya…saya tatap matanya dalam dalam, tak terasa setitik air bening menggenang di sudut mata saya. Perempuan yang selalu mengaku bodoh dan tak tahu apa-apa ini selalu luar biasa dimata saya. Saya selalu berguru pada ibu. Meski ibuku adalah seorang pembohong.
Kepadamu Ibu, aku belajar makna Cinta.
Pada Ibu, aku belajar tentang tabah.
Padamu ibu, aku belajar menjadi lelaki!

Selamat Jalan, Ibu…
Al Fatihah…

#BerguruPadaIbu