Cinta tidak butuh pengorbanan

CINTA TIDAK BUTUH PENGORBANAN

Cinta tidak butuh pengorbanan, itu yang aku pelajari dari ibuku sore ini. Sudah menjadi kebiasaan kami, setiap malam minggu kami berkumpul di rumah ibu. Anak-anak ibu 4 0rang dan semua sudah berkeluarga dan memiliki anak. Kami masih tinggal satu kota dengan ibu, walaupun berbeda kecamatan. Ketika semua cucunya berkumpul, diam diam ibu mengeluarkan hadiah untuk cucu cucunya. Entah dalam rangka apa ibu memberikan kejutan ini. Padahal kami semua tahu, ibu sedang tidak punya uang. Jumlah hadiah yang tidak sedikit, mengingat cucu ibu ada 4 orang. Darimana ibu memperoleh uang untuk membelinya? Ya, ibuku telah menjual satu-satunya cincin yang menjadi miliknya, hasil tabungan dari usaha beliau membuka warung. Kami semua diam ketika ibu membagi sepeda mini ke cucu cucunya.

“Pengorbanan Eyang Uti besar lho untuk membeli sepeda ini, dirawat yang baik ya” pesan adikku pada jagoan kecilnya.

“Bukan. Ini bukan pengorbanan. Aku tidak pernah merasa berkorban apapun. Aku melakukannya suka cita, karena aku mencintai kalian” sahut ibuku.

Tak ada yang dikorbankan. Semua berjalan ringan penuh suka cita.

Kami terdiam, meresapi kata-kata ibu. Hingga tanpa sadar butiran hangat mengalir dari sudut mata kami, menetes hingga pipi.

Ibu benar. Cinta memang tak butuh pengorbanan. Jika kami telah berpikir melakukan pengorbanan, sesungguhnya kami telah menciderai cinta itu sendiri. Cinta itu tak pernah menuntut, apalagi meminta pengorbanan. Karena jika sudah menuntut, bukan lagi cinta namanya, tapi TRANSAKSI. Cinta juga tidak membutuhkan alasan dan syarat. Ibuku bukanlah sosok wanita berpendidikan tinggi yang mampu mendefinisikan cinta dari berbagai teori dan sudut pandang keilmuan, bukan pula seorang trainer motivasi apalagi seorang pujangga yang hebat merangkai kata. Ibuku ‘hanya’ wanita desa biasa yang bahkan tak lancar menulis dan membaca.

Namun begitu, bagi kami, anak-anaknya ibu adalah Guru yang tak pernah digaji, sekolah yang hanya memiliki satu pelajaran: CINTA, dan memberi nama muridnya: Yang di Cinta.

Tak banyak yang bisa kami lakukan untuk beliau, selain harapan dan doa:

Ibu, semoga kelak kami bisa menjawab pintamu, yang selalu kau hamparkan di atas sajadah di tiap sepertiga malam.