Bahaya Ngucek mata

Manusia Sempurna

Ini kisah perjumpaan dua orang sahabat yang sudah puluhan tahun terpisahkan hidupnya. Mereka kangen-kangenan, ngobrol ramai sambil minum kopi disebuah kafe. Awalnya topik yang dibicarakan adalah soal-soal nostalgia zaman sekolah dulu, namun pada akhirnya menyangkut kehidupan mereka sekarang ini, khususnya tentang jodoh dan pasangan sempurna yang menjadi idaman.

‘Ngomong-ngomong, mengapa sampai sekarang kamu belum juga menikah?’ujar seorang kepada temannya yang sampai sekarang membujang.
‘Sejujurnya sampai saat ini saya terus mencari wanita yang akan menjadi pasangan sempurna saya.
Itulah sebabnya saya masih melajang. Dulu di Solo, saya berjumpa dengan seorang gadis cantik yang amat pintar. Saya pikir ini adalah wanita ideal yang cocok untuk menjadi istriku. Namun ternyata di masa pacaran ketahuan bahwa ia sangat sombong. Hubungan kami putus sampai di situ.

‘Di Manado, saya ketemu seorang wanita rupawan yang ramah dan dermawan. Pada perjumpaan pertama, aku kasmaran. Hatiku berdesir kencang, inilah wanita idealku. Dialah pasangan sempurna untukku. Namun ternyata belakangan saya ketahui, ia banyak tingkah dan tidak bertanggung jawab.

‘Saya terus berupaya mencari. Namun selalu saya temukan kelemahan dan kekurangan pada wanita yang saya taksir. Sampai pada suatu hari, saya bersua wanita ideal yang selama ini saya dambakan. Ia demikian cantik, pintar,baik hati, dermawan, dan suka humor. Saya pikir, inilah pendamping hidup yang dikirim Tuhan.’

‘Lantas,’ sergah temannya yang dari tadi tekun mendengarkan, ‘Apa yang terjadi? Mengapa kau tidak segera meminangnya?’

Yang ditanya diam sejenak. Suasana hening. Akhirnya dengan suara lirih, sang bujangan menjawab, ‘Baru belakangan aku ketahui bahwa ia juga sedang mencari pria yang sempurna.’

Akhirnya Ketemukah Pasangan Sempurna itu ?

Seperti menanti sebuah bis, Jika kita terus mencari, mungkin kita tidak akan pernah ketemu.  Kebahagiaan bukanlah kemampuan kita untuk menerima setiap kelebihan (baca: keunggulan) pasangan kita, tapi kemampuan untuk menerima setiap kekurangan yang ada. Pasangan ibarat pakaian yang menutut aurat kekurangan kita, yang melindungi dari sengatan cercaan dan memberikan kehangatan dari dinginnya cibiran. Saling menerima dan melengkapi adalah salah satu jalan menuju kesempurnaan. Ingatlah: tidak ada pasangan sempurna, yang ada saling menyempurnakan.